-->

Konsistensi dan Loyalitas

SID dan OSD_LR Medan

TimeLine Story SID in MEDAN !
Semacam report, agar visitor mendapat informasi apa yang sebenarnya terjadi, semua terangkum dari sumber dan fakta yg jelas terlihat, juga opini dari beberapa orang.
Pelan pelan aja bacanya biar semua kebaca, thx.


Bisa cerita tentang apa yang terjadi di Medan?
SID : Secara ringkas, SID diperlakukan sewenang-wenang di tempat tersebut. SID dipaksa turun dari panggung dengan cara "barbar" seperti dilempari batu, botol Bir, bambu runcing, kayu, air kencing dibungkus plastik, dan segala bentuk kekerasan fisik. Perlu diketahui, si oknum pelaku kekerasan hanya segelintir jika dibanding dengan para pro-SID (baik di Medan maupun Jogja) yang turut bernyanyi sejak awal hingga akhir pertunjukan. Yup, 99% penonton turut bernyanyi selama SID manggung di Medan. Belum lagi jumlah penonton yang amat membludak di kota tsb. Cuman, yang segelintir anti-SID ini bener-bener agresif dalam mengungkapkan ketidaksukaannya. Atmosfir pertunjukan jadi berubah menjadi ladang pembantaian. Sebuah penindasan hak asasi. Kami sampai berpikiran, demokrasi sudah mati di scene Punk Rock Indonesia..

Kenapa sampai sedemikian kasar sikap yang ditunjukkan oleh itu para anti-SID?
SID : Kami tak berani berandai-andai di sini. Tapi dari selebaran yang kami dapatkan di Medan di situ tertulis ajakan untuk memboikot SID. Antara lain kata-katanya: "Menjadi Rock Star adalah pilihan. Menjadi Punk Rock Star adalah pengkhianatan." Kami jadi tersenyum membacanya. Rupanya Punk Rock sekarang sudah banyak peraturan, begitu pikir kami. Buat kami, jika merasa tidak suka dengan SID mah silakan aja.

Go ahead. Monggo. S'il vous plais. Tapi tak perlu dus tak benar secara hukum + melanggar hak asasi manusia sampai menggunakan kekerasan dalam menunjukkan ketidaksukaan. Apalagi sampai menganggap diri mewakili seluruh Punk Rock scene dan membinasakan segala varian lain dari Punk Rock yang berbeda dari Anda. Itu adalah refleksi Unilateralist. Persis George W. Bush. Merasa mewakili Amerika dan merasa berhak memusnahkan para oknum yang berbeda pendapat dengan Amerika versi George W. Bush.

Sementara yang di Jogja, kurang jelas benar apa sebabnya. Bisa jadi latar belakangnya sama dengan yang di Medan. Namun yang paling jelas tersimak dari peristiwa Medan dan Jogja tsb adalah miskinnya pemahaman pada makna demokrasi dan hak asasi manusia serta gejala awal premanisme musikal.

Apa yang membedakan antara insiden di USU Medan dan UPN Jogja?
SID : Di Medan, SID setelah sekitar 6 lagu langsung menyudahi pertunjukan. Situasi sudah sangat tak terkendali. Persis kayak perang aja. Bambu runcing, kayu, botol bir, botol aqua berisikan air kencing, batu-batu besar dan kecil, berserakan di panggung. Suasana juga agak gelap. Amat riskan jika pertunjukan diteruskan. Kami tak berani mengambil resiko.

Di Jogja, setelah dua lagu pertama, terjadi huru-hara, pertunjukan dihentikan sebentar. Lampu kemudian dinyalakan. Terlihat jelas tampang-tampang itu para pemuda yang tak paham demokrasi dan buta tata krama (saat Tinka beraksi--selain terus melempar benda-benda keras ke panggung tanpa henti mereka meneriakkan kata-kata bejat macam "lonte, sundel, ngentot", dsb, kepada Tinka. Malah sampai setelah pertunjukan sekalipun Tinka masih didorong-dorong dan dikata-katai oleh itu para Unilateralist). Kami jadi berpikir, mereka punk rocker atau preman sih? Preman aja masih bisa menghargai wanita, tapi mereka yang saat itu berada persis di depan panggung? Duh, ini sebuah preseden buruk bagi kemaslahatan Punk Rock... (Catatan: peristiwa sejenis pula terjadi saat SID manggung di Surabaya. Sarah, satu-satunya wanita di kontingen SID saat itu, juga diperlakukan amat tidak manusiawi malah ada yang berteriak hendak memperkosa dia oleh segelintir manusia yang mengatasnamakan Punk Rock. Hingga detik ini Sarah tak mau lagi hadir di konser-konser Rock (selain di Bali) karena masih trauma dengan kejadian di Surabaya tsb...).

Nah, lanjut yang tadi, setelah lampu dinyalakan suasana jadi terang benderang. Belajar dari pengalaman di Medan kami melihat keadaan akan lebih bisa dikendalikan jika seluruh lampu dinyalakan sehingga oknum-oknum yang melempar bisa terdeteksi dan jika terjadi situasi kritis kita tinggal ambil aja itu oknum pelaku kekerasan. Memang sih saat SID kembali melanjutkan pertunjukan lemparan-lemparan masih tetap ada namun masih bisa ditanggulangi (he he... lucu juga sih liat Bobby dan Eka sambil nyanyi sambil berkelit sana-sini menghindari batu yang liar beterbangan...).

Apa bisa dibilang para perusuh itu mewakili suara Punk Rock Medan dan Jogja?
SID : Ndak ngerti deh. Yang jelas seperti kita bilang tadi mereka adalah tipikal Unilateralist/Fasis/Nazi/salafi Radikal, telah merasa mewakili kelompoknya lalu seolah diberkahi "license to kill" oleh Tuhan Punk Rock dalam membinasakan orang yang berbeda konsep dengan mereka. Saat di Medan, setelah pertunjukan datang ke penginapan kita sosok macam Roy Romero dari Brontakzine, Army Clown, Cranium dan Underdog. Mereka bilang peristiwa tadi tak mewakili suara Punk Rock Medan. Begitu juga saat di Jogja, setelah pertunjukan datang Burhan ke belakang panggung (konon, Burhan ini adalah salah satu dedengkot Punk Rock Jogja). Burhan menyesalkan peristiwa tersebut dan tegas-tegas bilang bahwa para pelaku bukan dari Punk Rock scene Jogja.

Di penginapan juga kemudian datang Endank Soekamti, Shaggy Dog, dll entah siapa, yang senada dengan Burhan hendak mengklarifikasi bahwa peristiwa di UPN tsb bukan mewakili scene Jogja. Sebenernya buat kita masalah suka gak suka itu adalah hak masing-masing. Namun dalam menerapkannya harus disertai kedewasaan. Sekalian belajar berdemokrasi. Jika orang lain suka sementara kita gak suka jangan lalu menganiaya kemerdekaan pihak yang bersuara beda dengan kita. Contoh sosok demokratis adalah Jimmy "Punk", yang di Jakarta disebut sebagai salah satu "Mbah"-nya Punk di Jakarta. Tanpa harus punya persepsi sama tentang Punk, kita enak aja bergaul satu sama lain. Ya saat SID di Jakarta, ya saat Jimmy di Bali, SID dan Jimmy adalah sahabat dekat. Soal musik? Nanti dulu. Kita satu sama lain gak sepakat, beda pendapat. Tapi secara personal kita adalah sahabat. Hey you Unilateralists, begini ini demokrasi paling sejati.


SID dibilang banci karena gak berani melanjutkan pertunjukan di Medan. Tanggapan Anda?
SID : Dibilang banci, pengecut, dll, ya terserah deh. Coba aja kita tuker posisi, mereka yang berada di atas panggung, dan kita jadi pihak yang melempari mereka. Kalo mereka bisa lewat sampe 6 lagu, acung jempol tinggi-tinggi deh. Saat di Jogja itu, saat kita mundur ke belakang panggung nyusun strategi, para perusuh juga meneriaki SID banci, he he... yang banci sebenernya siapa? Beraninya cuman rame-rame trus pake bawa-bawa batu lagi.

Tuker posisi yuk, kalo gitu. Mereka di atas panggung (tetep rame-rame), SID di bawah panggung ( tetep bertiga aja) sambil bawa batu, botol bir, aqua isi air kencing, dsb. Selama non-stop 30 menit SID ngelemparin mereka. Gimana, seberapa "pahlawan" sih mereka pada?

Berkaca dari kejadian sejenis begini kira-kira apa ada hubungannya dengan masuknya SID ke major label?
SID : Entahlah. Lagipula, apa yang salah dengan major label? Rancid aja masuk major. Bayangin jika Sex Pistols, Ramones dan The Clash gak masuk major, wah, mungkin Indonesia baru tau yang namanya Punk Rock tahun 2000-an ini. Justru gara-gara mereka masuk major (yang notabene pendistribusiannya lebih menggurita ke penjuru dunia) Punk Rock akhirnya bisa dikenal di Indonesia. Dan faktor ke-2 SID bergabung dengan major adalah menjadi sosok realistis. SID pengen sepenuhnya hidup dari bermusik. Di Indonesia, jika ingin sepenuhnya hidup dari musik pilihan paling realistis menurut SID adalah bergabung dengan major. Apalagi SID bukan band tajir. Jika berkiprah terus di jalur Indie karir bermusik kita gak bakalan kemana-mana.

Bakal mentok di situ-situ aja. Itu yang SID alami sendiri bertahun-tahun. Lain persoalannya jika kita masih minta duit ama ortu, main musik cuma untuk euforia sesaat, ya bisa aja kita berkoar-koar tentang seberapa luhur suci etos D.I.Y. (bukan "Do It Yourself" tapi "Do It Your-parents" he he...). Dan dari apa yang sudah SID lihat selama ini, biasanya oknum-oknum yang ngaku paling underground tsb saat beranjak dewasa (baca: harus cari kerja), ortu mereka udah ogah mensubsidi mereka, udah deh, "karir" Punk Rock mereka habis juga di saat yang sama. Hanya sedikit yang mampu bertahan sesuai dengan apa yang digembar-gemborkannya sejak mula. Dan itu pun oh sangat-sangat sedikit yang benar-benar hidupnya bersumber dari musik tok. Mutlak diketahui, SID sudah sepenuhnya lepas dari subsidi ortu, sudah sepenuhnya ingin hidup dari musik, ya kita lalu memilih bergabung dengan major. Bedanya, kita tidak menyodorkan demo ke label manapun (major, minor, indie, major indie, whatever). Jika orang lain melakukannya (ngasih-ngasih demo ke label) silakan aja, itu pilihan berkesenian mereka dan ini negara bebas. Tapi SID tidak. Sebab SID pengen sejak awal posisi satu sama lain, antara SID dan major adalah sejajar.

Sedikit Sejarah tentang Terbentuknya OutSIDer Medan.

OutSIDers Medan



Berawal dari rasa suka yg sama dengan sebuah band yg beraliran PUNK dari Kuta- Bali (Superman Is Dead). Maka terpikir lah (Donny Retrun) seorang teman yg berasal dari kota Bogor  untuk membuat sebuah Fan Base di Medan. (outSIDer) julukan untuk fans dari Superman Is Dead sekarang tapi saat itu nama outSIDer belum ada, dulu hanya bernama Pecinta Superman Is Dead.

Pertemuan Donny Retrun dengan Oky di tahun 2007. Semakin membuat api semangat sehingga terbentuknya outSIDers medan.Terbentuk nya OSD Medan belum begitu sempurna,di karenakan blum ada anggota yg bergabung pada saat itu.

Akan tetapi dengan penuh percaya diri mreka tetap berusaha mengenalkan OSD Medan lewat jejaring sosial. Dan ternyata usaha mreka pun membuahkan hasil, Muncul lah tiga pemuda dari wilayah yg berbeda untuk ikut bergabung, Popsie (Siantar OSD) Berry (Binjai OSD) dan Manulz (Binjai OSD).

Gathering rutin pun mulai dilakukan,dengan membuat logo dan bendera tuk menunjukan keberadaan  OSD Medan . Namun kebersamaan mreka tak berlangsung lama,disaat sang pembentuk fan base (Donny Retrun) menghilang dan tidak di ketahui keberadaan nya, OSD Medan pun fakum beberapa lama.

Hingga thn 2008 hadir seorang teman yg  wilayah nya juga berbeda, Rabel (Serge OSD). Pada saat itu juga sedang mencari keberadaan teman sesama  OSD lewat fan page yg dibuat nya. Lewat sini lah akhir nya  OSD Medan  kembali bangkit. dengan media fb mreka pun saling berkenalan serta berbagi informasi tentang idola nya. Dan tidak lama kemudian menyusul pemuda setempat, Dke Wildan (OSD Medan) yg ingin bendera Osd Medan berkibar kembali.

Kecintaan mereka yg sama terhadap SID membuat OSD yg berbeda wilayah ini menyatu di outSIDers MEDAN. Kekompakan pun terjadi begitu saja seperti layak nya saudara.sejak saat itu lah bertambah nya teman teman OSD yg ikut bergabung. Dengan idelis lama mereka, akhirnya  OSD Medan  mendapat kan tempat Di Bumi pertiwi dan dikenal Superman Is Dead.


(Saya memposting tulisan ini untuk penghargaan saya dengan SID dan outSIDers Medan).

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Konsistensi dan Loyalitas"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel